Cari Blog Ini

Minggu, 17 April 2011

CARA MENGGANTI PUASA BAGI WANITA HAMIL DAN MENYUSUI

Menurut madzhab Maliki:
wanita hamil & wanita menyusui bila khawatir jatuh sakit dikarenakan berpuasa, baik yg dikhawatirkan itu dirinya sendiri atau anaknya atau kedua2nya, maka boleh saja berbuka puasa dan wajib mengqadha puasanya kelak. Bagi wanita hamil tidak diwajibkan membayar fidyah sdg bagi wanita menyusui wajib membayarnya.

-Menurut madzhab Hanafi:
bila wanita hamil atau wanita menyusui cemas akan timbulnya bahaya akibat berpuasa, maka boleh mereka berbuka, baik kecemasan itu atas dirinya sendiri, atas anak, atau atas kedua2nya. Bila mampu, mereka wajib mengqadha puasa mereka tanpa harus membayar fidyah.

-Menurut madzhab Hambali:
wanita hamil dan wanita menyusui boleh utk tdk berpuasa apabila mereka khawatir akan timbulnya bahaya atas diri mereka dan anak sekaligus, atau atas diri mereka saja. Dan dlm keadaan dmk mereka hanya berkewajiban melakukan qadha tanpa fidyah. Adapun kalau
kekhawatiran itu tertuju kpd diri anak saja, maka selain qadha juga wajib fidyah.

-Menurut Madzhab Syafii:
wanita hamil dan wanita menyusui, apabila khawatir akan mengalami bahaya tak tertanggungkan akibat berpuasa, baik itu kekhawatiran atas
1)diri mereka dan anak sekaligus, atau
2)atas diri mereka saja, atau
3)atas anak saja, maka mereka wajib berbuka, tak usah berpuasa.
Dalam ketiga keadaan ini mereka mengqadha puasa mereka kelak.
Kemudian untuk keadaan yg ke-3 yaitu bila kekhawatiran hanya tertuju pada anak, maka selain qadha juga wajib membayar fidyah.

Dari semua keterangan di atas, jelaslah bhw berbuka puasa bagi wanita hami dan wanita menyusui itu boleh saja, bila merasa khawatir atas keselamatan dirinya atau anaknya.

Bagaimana cara Mengganti Puasanya ?
- Menurut Jumhur Ulama
Di dalam kitab Kifayatul Akhyar, disebutkan bahwa masalah wanita hamil dan menyusui dikembalikan kepada motivasi atau niatnya. Kalau tidak puasa karena mengkhawatirkan kesehatan dirinya, maka dianggap dirinya seperti orang sakit. Maka menggantinya dengan cara seperti mengganti orang sakit, yaitu dengan berpuasa di hari lain.

Sebaliknya, kalau mengkhawatirkan bayinya, maka dianggap seperti orang tua yang tidak punya kemampuan, maka cara menggantinya selain dengan puasa, juga dengan cara seperti orang tua, yaitu dengan membayar fidyah. Sehingga membayarnya dua-duanya.

Pendapat Ibnu Umar dan Ibnu Abbas
Namun menurut Ibnu Umar dan Ibnu Abbas radhiyallahu anhuma, wanita yang hamil atau menyusui cukup membayar fidyah saja tanpa harus berpuasa. Karena keduanya tidak berpuasa bukan karena sakit, melainkan karena keadaan yang membuatnya tidak mampu puasa. Kasusnya lebih dekat dengan orang tua yang tidak mampu puasa.

Dan pendapat kedua shahabat ini mungkin tepat bila untuk menjawab kasus para ibu yang setiap tahun hamil atau menyusui, di mana mereka nyaris tidak bisa berpuasa selama beberapa kali ramadhan, lantaran kalau bukan sedang hamil, maka sedang menyusui.

Membayar Fidyah
Membayar fidyah memang ditetapkan berdasarkan jumlah Hari yang ditinggalkan untuk berpuasa. Setiap satu Hari seseorang meninggalkan puasa, maka dia wajib membayar fidyah kepada satu orang fakir miskin.Sedangkan teknis pelaksanaannya, apakah mau perhari atau mau sekaligus sebulan, kembali kepada keluasan masing-masing orang. Kalau seseorang nyamanmemberi fidyah tiap hari, silahkan dilakukan. Sebaliknya, bila lebih nyaman untuk diberikan sekaligus untuk puasa satu bulan, silahkan saja.

Yang penting jumlah takarannya tidak kurang dari yang telah ditetapkan. Berapakah Besar Fidyah?

Sebagian ulama seperti Imam As-SyafiI Dan Imam Malik menetapkan bahwa ukuran fidyah yang harus dibayarkan kepada setiap satu orang fakir miskin adalah satu mud gandum sesuai dengan ukuran mud Nabi SAW. Yang dimaksud dengan mud adalah telapak tangan yang ditengadahkan ke atas untuk menampung makanan, kira-kira mirip orang berdoa.

Sebagian lagi seperti Abu Hanifah mengatakan dua mud gandum dengan ukuran mud Rasulullah SAW atau setara dengan setengah sha˜ kurma atau tepung. Atau juga bisa disetarakan dengan memberi makan siang Dan makan malam hingga kenyang kepada satu orang miskin.

Dalam kitab Al-Fiqhul Islami Wa Adillatuhu oleh Dr. Wahbah Az-Zuhaili jilid 1 halaman 143 disebutkan bahwa bila diukur dengan ukuran zaman sekarang ini, satu mud itu setara dengan 675 gram atau 0,688 liter. Sedangkan 1 sha` setara dengan 4 mud . Bila ditimbang, 1 sha` itu beratnya kira-kira 2.176 gram. Bila diukur volumenya, 1 sha` setara dengan 2,75 liter.

Syaikh Muhammad bin Shalih al Utsaimin
Pendapat Syaikh Muhammad bin Shalih al Utsaimin ketika ditanya ketika seorang wanita melahirkan di bulan Ramadhan dan setelah Ramadhan itu ia tidak mengqadha puasanya karena kekhawatirannya pada si bayi yang sedang menyusu, kemudian wanita itu hamil dan melahirkan pada bulan Ramadhan selanjutnya, bolehkan bagi wanita itu untuk membagikan uang sebagai pengganti puasa . "Dan hendaknya wanita itu berusaha semampu mungkin untuk mengqadha puasa Ramadhan yang telah berlalu sebelum datangnya Ramadhan yang kedua, jika hal itu tidak bisa ia lakukan maka tidak masalah baginya untuk menunda qadha puasanya itu hingga setelah Ramadhan kedua". [Durus wa Fatawa Al-Haram Al-Makki, Syaikh Ibnu Utsaimin, 3/65].

Sedangkan ketika hukumnya bagi wanita hamil dan menyusui jika ia tidak berpuasa di bulan Ramadhan adalah Tidak boleh bagi wanita hamil dan menyusui untuk tidak berpuasa pada siang hari Ramadhan kecuali ada udzur (halangan), jika wanita itu tidak berpuasa karena ada suatu udzur, maka wajib bagi kedua wanita itu untuk mengqadha puasanya berdasarkan firman Allah tentang orang sakit.

"Artinya : Dan barangsiapa sakit atau dalam perjalanan (lalu ia berbuka), maka (wajiblah baginya berpuasa), sebanyak hari yang ditinggalkannya itu, pada akhir hari-hari yang lain" [Al-Baqarah : 185]

Wanita menyusui dan wanita hamil ini bisa disamakan atau diartikan sebagai orang sakit, akan tetapi jika udzur kedua wanita itu karena ada rasa khawatir terhadap bayi atau janin yang dalam perut maka di samping mengqadha puasa, kedua wanita itu diharuskan memberi makan kepada seorang miskin setiap harinya berupa makanan pokok, bisa berupa gandum, beras, korma atau lainnya. Sebagian ulama lainnya berpendapat: Tidak ada kewajiban bagi kedua wanita itu kecuali mengqadha puasa, karena tentang memberi makan orang miskin. tidak ada dalilnya dalam Al-Kitab maupun As-Sunnah, ini adalah madzhab Abu Hanifah dan merupakan pendapat yang kuat [ Durus wa Fatawa Al-Haram Al-Makki, syaikh Ibnu Utsaimin, 3/66

Tidak ada komentar:

Posting Komentar